Hai bagaimana kabarmu disana? Semoga kau baik baik saja ya.
Sudah lama ya kita tidak bertemu. Aku ingat dulu kamu datang ke dalam hidupku saat aku masih kelas 3 sekolah dasar. Tahun 1999 kalau tidak salah kala itu.
Kamu memperkenalkan dirimu.
“Yuli Yuliawati.” Katamu.
Aku masih ingat penampilanmu kala itu. Tinggimu tidak setinggi diriku. Kau memang memakai rok berwarna merah kala itu. Tapi aku jamin kau lebih menyukai memakai jeans. Di pergelangan tangan kiri mu terlingkar jam tangan berwarna hitam. Bukan seperti jam tangan kebanyakan yang murid perempuan pakai kala itu. Biasanya anak anak menyukai pink bukan. Jam tanganmu seperti murid lelaki. Wajahmu berwarna kuning. Penuh minyak. Ah maafkan aku mengatakan itu hahahah. Tapi yang paling aku perhatikan dan yang paling aku ingat itu rambutmu. Rambutmu kala itu pendek tidak melebihi bahu. Warnanya jagung. Iya rambutmu sewarna jagung. Kuning kemerahan.
Mulai sejak itu kita berteman bukan. Kita menghabiskan waktu bersama. Kau ingat kita membentuk sebuah geng?? Iya kita berlima. Aku kamu Ria yang berambut kribo kala itu ada juga Astri yang gayanya seperti Anjali dalam film kuch kuch hota hai juga ada Fifit yang tingginya paling pendek diantara kita. Hahaha maafkan aku Fit.
Kita berlima selalu menjadi anak kesayangan guru guru. Kau ingat itu kan?
Suatu kali kau mengajakku ke rumahmu. Hey aku sangat perempuan sekali ya kala itu dengan rok selutut dan jepit kupu kupu dirambut. Kala itu aku ingat kau memegang tanganku.
“Ayo kerumahku,kita main game.” Katamu.
“Aah bagaimana ini cara mainnya?” Aku mengerutu.
Waktu itu di hadapan layar aku melihat Mario Bross tengah melompat lalu jatuh melompat lagi jatuh lagi atau kena musuh. Kau gemas melihat aku yang tidak bisa bermain game.
“Ah lebih baik kita main lompat tali saja.” Katamu akhirnya menyerah.
Aku juga ingat waktu itu kita kelas lima. Ada perlombaan gerak jalan. Dan kau langsung ditunjuk menjadi ketua. Cocok. Kamu yang tomboy mungkin bisa membuat takut grup lawan kataku sore itu.
Atau kamu ingat juga ketika kita meloncati pagar hanya untuk mengejar tukang ketoprak yang selalu lewat depan sekolah. Hey kau mengajari aku melompati pagar. Hahaha
Aku ingat juga ranking kita selalu berkejaran. Tapi kita tidak pernah duduk sebangku bahkan sampai kelas 6 sekolah dasar.
Tahun 2002 seragam kita akan berubah menjadi putih biru. Aku dan kamu mendaftar di sekolah yang sama lagi. Kala itu rambutmu masih sewarna jagung. Masih dengan potongan pendek. Dan jam tangann kesayanganmu juga tetap tak berubah.
Kelas kita berbeda. Aku 1B. Kamu 1E terhalang dua kelas.
Kita masih saling bertegur sapa saat bertemu di kantin. Atau saat berpapasan di lorong sekolah.
5 Februari 2003. Aku sedang di dalam kelas. Seperti biasa menyalin pekerjaan rumah temanku untuk di masukan kedalam lembaran buku yang akan aku isi. Kau tahu kan aku tidak menyukai matematika. Kau datang menghampiriku.
“Hey.”
“Kenapa?” Kataku.
Hari itu wajahmu terlihat gembira.
Saat itu kita berdiri tepat di pintu masuk kelas. Iya menghalangi murid lain yang akan keluar masuk. Tapi kau dan aku tidak peduli bukan. Dasar kita ini.
“Nih untukmu.” Sembari menyerahkan amplop putih. Kau langsung pergi kala itu tapi kemudian kau berbalik lagi kearahku.
“Selamat ulang tahun yaa.”
Aku tersenyum kearahmu. “Terima kasih.” Teriakku sembari melambaikan amplop putih itu.
Kau tahu apa perasaanku saat itu? Mari aku beritahu.
Aku sedih. Sedih senang. Di hari ulang tahunku kau menghadiahi aku selembar foto. Dalam foto itu ada kita berlima. Kau berdiri disebelahku. Rambut kita sama sama pendek kala itu. Tapi rambutku sewarna arang. Ada ria yang rambutnya semakin kribo saja. Ada fifit di depanku juga Astri di depanmu. Kala itu aku ingat sore hari tapi senja belum turun. Kita berlima kelas enam dan sehabis latihan disko untuk acara perpisahan kita. Kau tahu kan disko kala itu sedang tren.
Aku tersenyum jika mengingat itu. Tiga tahun kita memakai seragam putih biru tapi kita tidak pernah sekelas seperti jaman putih merah. Tahun pun berganti. Saat akan beranjak ke putih abu kau memutuskan untuk kembali ke kota kelahiranmu Majalengka. Tidak ada kata perpisahan. Tidak bertukar nomor yang bisa dihubungi. Sejak itu kau menghilang. Aku kehilanganmu. Aku rindu.
Sepuluh tahun sejak itu aku tetap mengenangmu. Mencoba mencari tahu keberadaanmu. Nihil.
Sepuluh tahun berlalu tanpa kamu. Kita telah menjadi perempuan dewasa. Aku ingin melihat bagaimana dirimu sekarang. Tetap dengan rambut pendek sewarna jagungkah?
“Dia memakai kerudung sekarang.” Fifit berceloteh denganku ketika kami bertemu di sebuah kedai kopi.
“Oya? murid tomboy itu sekarang telah berubah? Aku tak percaya.
“Iya dan dia juga telah menikah dan memiliki satu anak.”
“Amazing.” Kataku.
Kala itu awal tahun 2015 aku mendengar kabarmu. Kau tahu diantara kita berlima hanya aku dan Fifit yang belum menikah. Astri sudah menikah Yul. Ria kribo juga telah menikah. Dan kamu mendahului kami semua.
Itu awal tahun. Bulan ini Oktober aku mendengar lagi kabar tentang kamu.
“Hei Yuli bagaimana kabarmu disana? Pasti kau baik baik saja kan. Aku rindu.
Aku diam diam berdoa ingin bertemu denganmu lewat mimpi.
Malam ini ” Hey Yul aku rindu.” Aku tak kuasa menahan tangisku.”
Kamu masih dengan penampilan yang sama tahun 1999 berkata ” Mataku sudah tidak bisa melihat dengan jelas. Tapi aku masih bisa melihat kamu. Jangan menangis ya Feb. Aku juga rindu kamu. Kau tenang saja di sini Tuhan sangat menyayangiku.”
Iya tepat tadi malam aku bermimpi bertemunya. Bertemu dengan perempuan berambut sewarna jagung. Aku senang Tuhan lebih sayang kamu.
Teruntuk teman kecilku. Aku persembahkan tulisan ini untuk kamu. Yuli Yuliawati. Tenanglah kau di sisi-Nya.
Yang selalu merindukanmu
F
Posted from WordPress for Android